This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tahun Pembinaan Pajak Akan Segera Berakhir

Tahun 2015 merupakan tahun pembinaan wajib pajak, dimana akan dihapuskannya sanksi perpajakan. Wajib Pajak seperti mendapat angin segar dengan adanya PMK-91/PMK.03/2015 tersebut. Namun, tentu saja bagi mereka yang memanfaatkannya. Sosialisasi juga telah dilakukan secara gencar oleh DJP seperti dengan memasang baliho ditempat-tempat strategis dan juga sosialisasi dalam bentuk lainnya. Wajib Pajak baik pribadi maupun perusahaan dapat melakukan pembetulan administrasi pajak dan membayar kewajibannya.

Sifat kebijakan tersebut masih merupakan tahap pembinaan kepada Wajib Pajak, maka hak-hak Wajib Pajak untuk mendapatkan penghentian penyelidikan melalui pembayaran sanksi 150% dari pokok pajak maupun penghentian penyidikan melalui pembayaran sanksi 400% dari pokok pajak harus diprioritaskan.

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah menuju berakhirnya tahun pembinaan Wajib Pajak dan menjelang penegakan hukum pajak besar-besaran di tahun 2016. Sebagai persiapannya DJP sudah memiliki kontrak kinerja dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim), Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang seluruhnya siap membantu.

Selain itu DJP akan memperluas Satgas Pemberantasan Faktur Pajak Fiktif, yakni faktur pajak yang dibuat tidak atas transaksi yang sebenarnya. Perluasan Satgas akan masif dilaksanakan di tahun 2015 dengan harapan di tahun 2016 sudah dapat digunakan sebagai salah satu perangkat penegakan hukum perpajakan.

Dari sisi data, DJP juga telah dan akan senantiasa diperkuat oleh instansi atau lembaga lain seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memperkuat basis data guna mengawasi laporan pajak Wajib Pajak.

Saat tiba waktu berlaku tahun penegakan hukum, pengusaha yang tidak melaksanakan kewajibannya akan diperiksa. Bila ditemukan unsur-unsur merugikan negara akan ditingkatkan menjadi penyelidikan dan penyidikan. Proses penegakan hukum dilakukan secara selektif dan bertahap. Bila dalam proses pemeriksaan wajib pajak tidak melakukan pembetulan, maka ditingkatkan menjadi proses penyelidikan. Saat dimulai proses penyelidikan, pengusaha yang ingin melakukan pembetulan pajak dikenakan denda sebesar 150 %. Sedangkan pada tahap penyidikan, wajib pajak dikenakan denda 400 %. Untuk lebih jelasnya silahkan menghubungi Account Representative (AR) anda atau datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak pada hari dan jam kerja, Senin – Jumat (08.00-16.00).

Surat Setoran Pajak (SSP)


Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, sebagai contohnya adalah bank persepsi dan kantor pos. Setiap transaksi tentunya perlu adanya bukti sebagai penanda bahwa memang suatu transaksi benar-benar sudah dilakukan. Termasuk dalam penyetoran pajak. Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak dengan syarat bila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang, atau bila telah mendapatkan validasi dari pihak lain yang berwenang.

Banyak orang awam yang masih beranggapan bahwa dalam melakukan pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan pula di kantor pajak. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tempat pembayaran pajak tersebut telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Namun saat ini untuk mempermudah wajib pajak dalam melakukan penyetoran pajaknya, ada banyak kantor pelayanan pajak yang bekerja sama dengan bank persepsi untuk membuka loket pembayaran pajak di kantor pajak langsung. Dengan begitu setelah melakukan penyetoran pajak, wajib pajak bisa melaporkan bukti penyetorannya berupa lembar ketiga SSP di TPT (Tempat Pelayanan Terpadu).

Berikut adalah cara pengisian SSP : 

NPWP, Nama WP dan Alamat

Diisi dengan ketentuan:
  • NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib Pajak.
  • Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
  • Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran

  • Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak sesuai dengan pajak yang disetorkan.           
      1. 411121    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasa121
      2. 411122    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasa122
      3. 411123    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Impor
      4. 411124    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23
      5. 411125    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
      6. 411126    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasa125129 Badan
      7. 411127    :       Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 26
      8. 411128    :       Untuk Jenis Pajak PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
      9. 411129    :       Untuk Jenis Pajak PPh Non-Migas Lainnya
      10. 411111    :       Untuk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi
      11. 411112    :       Untuk Jenis Pajak PPh Gas Alam
      12. 411113    :       Untuk Jenis Pajak PPh Lainnya dari Minyak Bumi
      13. 411119    :       Untuk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya
      14. 411211    :       Untuk Jenis Pajak PPN dalam Negeri
      15. 411212    :       Untuk Jenis Pajak PPN Impor
      16. 411221    :       Untuk Jenis Pajak PPnBM dalam Negeri
      17. 411222    :       Untuk Jenis Pajak PPnBM Impor
      18. 411219    :       Untuk Jenis Pajak PPN Lainnya
      19. 411229    :       Untuk Jenis Pajak PPnBM Lainnya
      20. 411611    :       Untuk Bea Materai
      21. 411612    :       Untuk Penjualan Benda Materai
      22. 411619    :      Untuk Pajak Tidak Langsung Lainnya
      23. 411621    :       Untuk Bunga Penagihan PPh
      24. 411622    :       Untuk Bunga Penagihan PPN
      25. 411623    :       Untuk Bunga Penagihan PPnBM
      26. 411624    :       Untuk Bunga Penagihan PTLL

  • Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor. Selengkapnya bisa dilihat disini.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat karena jika terjadi kesalahan harus dilakukan pemindahbukuan.

Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)

Diisi dengan penjelasan jenis pajak yang disetorkan. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.

Masa Pajak

Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar atau disetor. Satu SSP digunakan untuk satu masa pajak, sehingga jika akan melakukan pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan SSP sejumlah masa pajak.

Tahun Pajak

Diisi tahun terutangnya pajak.

Nomor Ketetapan

Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.

Jumlah Pembayaran

Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen.

Terbilang (untuk SSP Standar)

Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.

Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)

Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.

Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)

Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha.

Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)

Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Pemberlakuan SSP Baru

SSP dan kode akun pajak sebagaimana terlampir ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009.


Penghitungan Pajak


CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Si A adalah Pengusaha Warung Makan di Jogjakarta yang memiliki penjualan pada tahun 2010 sebesar Rp180.000.000,-. Si A statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Si A menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
  • Jumlah peredaran setahun Rp180.000.000,-
  • Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%
  • Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000,- = Rp 3.000.000,-
  • Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP Rp 36.000.000,- – Rp 19.800.000,- = Rp 6.200.000,-
  • Pajak Penghasilan yang terutang : 5% x Rp 6.200.000,- = Rp 310.000,-
  • PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan: Rp 310.000,- : 12 = Rp 25.833,-

CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK BADAN
Koperasi Unit Desa A bergerak dibidang simpan pinjam. Pada tahun 2010 memiliki penerimaan bruto dalam setahun sebesar Rp 500.000.000,- dan seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha (sesuai ketentuan perpajakan) sebesar Rp 4.250.000.000,-.
  • Dengan demikian, penghasilan netonya adalah : Rp 500.000.000,- – Rp 425.000.000,- = Rp 75.000.000,-
  • Pajak Penghasilan yang terutang : Rp75.000.000,- x 25% x 50% = Rp9.375.000,-
  • Tarif 50% di atas dikarenakan Koperasi Unit Desa A mendapat fasilitas.
  • PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar KUD A setiap bulan: Rp9.375.000,- : 12 = Rp781.250,-

CONTOH PENGHITUNGAN PELUNASAN PPh PASAL 29 WAJIB ORANG PRIBADI
Si A adalah pengusaha restoran (UMKM) di Jakarta yang tergolong sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan menggunakan pencatatan dalam penghitungan besarnya PPh.
  • Jumlah peredaran usaha (omzet) selama setahun adalah Rp 510.500.000,-
  • PPh Pasal 25 (WP OPPT) yang sudah dilunasi (0,75 x Rp 510.500.000,-) adalah Rp 3.828.750,-
  • Setelah dihitung PPh yang terutang selama setahun adalah Rp 10.975.750,-
  • PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh si A adalah sebesar : Rp 10.975.750,- – Rp 3.828.750,- = Rp 7.147.000,-

CONTOH PENGHITUNGAN PELUNASAN PPh PASAL 29 WAJIB PAJAK BADAN
Koperasi Unit Desa A, setelah menghitung PPh terutang tahun pajak 2010 diketahui PPh terutang setahun sebesar Rp 12.000.000,-.
  • Angsuran PPh Pasal 25 selama tahun 2010 (12 bulan) sebesar : Rp 781.250,- x 12 = Rp 9.375.000,-
  • PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh KUD A adalah sebesar : PPh yang terutang – angsuran PPh Pasal 25 Rp12.000.000, – Rp9.375.000,- = Rp2.625.000,00

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS GAJI KARYAWAN
Polan (tidak kawin) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Koperasi, menerima gaji Rp 1.700.000,-/bulan, tunjangan beras Rp 300.000,-/bulan. Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
  • Penghasilan bruto : (1.700.000,- + 300.000,-) = Rp 2.000.000,-
  • Biaya jabatan : (5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,-
  • Iuran pensiun : = Rp 100.000,-
  • Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,-
  • Penghasilan neto setahun : (12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,-
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 15.840.000,-
  • Penghasilan Kena Pajak = Rp 5.760.000,-
  • PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp5.760.000,- = Rp 288.000,-
  • PPh Pasal 21 sebulan : Rp288.000,- : 12 = Rp 24.000,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS GAJI KARYAWAN
Polan (kawin tanpa tanggungan) yang telah memiliki NPWP adalah karyawan Tuan A (UMKM) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemotong PPh Pasal 21 , menerima gaji Rp 2.000.000,-/bulan, Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
  • Penghasilan bruto : (2.000.000,- ) = Rp 2.000.000,-
  • Biaya jabatan : (5% x Rp 2.000.000) = Rp 100.000,-
  • Iuran pensiun : = Rp 100.000,-
  • Penghasilan neto sebulan = Rp 1.800.000,-
  • Penghasilan neto setahun : (12 x Rp 1.800.000,-) = Rp 21.600.000,-
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak(TK/-) = Rp 17.160.000,-
  • Penghasilan Kena Pajak = Rp 4.440.000,-
  • PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 4.440.000,- = Rp 222.000,-
  • PPh Pasal 21 sebulan : Rp 222.000,- : 12 = Rp 18.500,-

CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 22 ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Polin adalah UMKM perseorangan (memiliki NPWP) yang telah ditunjuk KPP sebagai pemungut PPh Pasal 22, membayar Rp10.000.000,- untuk pembelian kayu dari pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Polin : Rp10.000.000,- x 0,25 = Rp25.000,-
CONTOH PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG
CV Polan (badan memiliki NPWP) melakukan import barang dengan nilai impor Rp50.000.000,-. CV Polan tidak mempunyai Angka Pengenal Impor (API). Besarnya PPh Pasal 22 yang harus disetor oleh CV Polan : Rp50.000.000,- x 7,5% = Rp3.750.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23 ATAS JASA TERTENTU (SERVICE MESIN ATAU KOMPUTER)
PT Polan (badan memiliki NPWP) membayar ke perusahaan yang bergerak di bidang service komputer dengan nilai jasa Rp5.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT Polan : Rp5.000.000,- x 2% = Rp100.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23 ATAS JASA TERTENTU (SERVICE MESIN ATAU KOMPUTER)
PT Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan dari PT Delta karena memberikan jasa cleaning service dengan nilai kontrak Rp50.000.000,-. Besarnya penghasilan yang diterima PT Polan tersebut yang harus dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Delta adalah sebagai berikut : Rp50.000.000,- x 2% = Rp1.000.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 ATAS PENGHASILAN TERTENTU (ROYALTI)
PT Polan (badan) membayar royalty ke perusahaan yang berada di luar negeri dengan jumlah Rp100.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Polan : Rp100.000.000,- x 20% = Rp20.000.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada Tuan A sebesar Rp10.000.000,-. atas sewa toko. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong CV Polan : Rp10.000.000,- x 10% = Rp1.000.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI
CV Polan (badan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas jasa kosntruksi yang diserahkannya ke Dinas Pendidikan kota A sebesar Rp500.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong Dinas Pendidikan Kota A atas penghasilan yang diterima CV Polan : Rp500.000.000,- x 2% = Rp10.000.000,-
CONTOH PENYETORAN SENDIRI DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Tuan Bonar (perseorangan memiliki NPWP) menerima penghasilan atas penjualahan tanah berikut bangunannya sebesar Rp1.000.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus disetor sendiri oleh Tuan B atas penghasilan yang diterimanya : Rp1.000.000.000,- x 5% = Rp50.000.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 15 ATAS PENGHASILAN SEWA KAPAL MILIK PERUSAHAAN PELAYARAN DALAM NEGERI
CV Polan (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT C yang merupakan perushaan pelayaran sebesar Rp50.000.000,-. Atas sewa kapal (charter). Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Polan :Rp50.000.000,- x 1,2% = Rp600.000,-
CONTOH PENYETORAN SENDIRI DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 15 ATAS PENGHASILAN DARI USAHA PELAYARAN
CV Utama (badan) memiliki usaha perkapalan dan menerima penghasilan atas sewa kapal selama sebulan dari perseorangan (bukan pemotongan) sebesar Rp10.000.000,-. Besarnya PPh Pasal 15 yang harus disetor sendiri oleh CV Utama atas penghasilan yang diterimanya :Rp10.000.000,- x 1,2% = Rp120.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PENJUALAN BARANG KENA PAJAK
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan (menjual) Barang Kena Pajak berupa Alatalat tulis kepada pembelinya seharga Rp2.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli: Rp2.000.000,- x 10% = Rp200.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada pembelinya : Rp2.000.000,- + Rp200.000,- =Rp2.200.000,-
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PENJUALAN BARANG KENA PAJAK KEPADA KANTOR PEMERINTAHAN (PEMUNGUT PPN)
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) menyerahkan jasa catering kepada Bendahara Kementerian Keuangan dengan kontrak harga Rp20.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dipungut oleh CV Polan dari pembeli (Kementrian Keuangan): Rp20.000.000,- x 10% = Rp2.000.000,- Sehingga total yang ditagih CV Polan kepada Bendahara Kementerian Keuangan: Rp2.000.000,- + Rp200.000, =Rp2.200.000,- Namun karena Bendahara Kementerian Keuangan ditunjuk sebagai pemungut, maka PPN yang ditagih CV Polan (sebesar Rp200.000), disetor sendiri oleh Bandahara Kementerian Keuangan tersebut ke bank atau kantor pos 
CONTOH PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PPN ATAS PEMBELIAN BARANG KENA PAJAK ATAU JASA KENA PAJAK
CV Polan (sudah dikukuhkan sebagai PKP) membeli mesin cetak (Barang Kena Pajak) dari PT Bagus (PKP) seharga Rp50.000.000,-. Besarnya PPN yang harus dibayar oleh CV Polan dari pembeli: Rp50.000.000,- x 10% = Rp5.000.000,- Sehingga total yang dibayar CV Polan kepada PT bagus : Rp50.000.000,- + Rp5.000.000,- =Rp55.000.000,-

Belajar Pajak



Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.


Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.

Visi dan Misi


Visi Direktorat Jenderal Pajak

Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik demi Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara

Misi Direktorat Jenderal Pajak

Menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan:
1. Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil; 
2.  Pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan;  
3. Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan 
4. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.

Daftar Informasi Publik



Jenis Informasi
Isi
Informasi Lebih Lanjut
Merupakan informasi yang berkaitan dengan profil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti pernyataan visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, dan alamat kantor.
Merupakan informasi yang berkaitan dengan kegiatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti kelas pajak, pojok pajak dan informasi lelang barang sitaan.
Merupakan informasi yang berkaitan dengan kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti laporan penerimaan pajak tahun berjalan dan laporan tahunan.
Merupakan informasi yang berkaitan laporan keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Merupakan informasi yang berkaitan dengan akses informasi publik Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Merupakan informasi yang berkaitan dengan peraturan, keputusan dan kebijakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Merupakan informasi yang berkaitan dengan hak dan tata cara memperoleh informasi publik dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Merupakan informasi yang berkaitan dengan tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang ditemui di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Merupakan informasi yang berkaitan dengan pengumuman pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Jenis Informasi
Isi
Informasi Lebih Lanjut
Sesuai dengan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 juncto pasal 12 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak memiliki informasi yang dimaksud. Berikut disampaikan kutipan aturan yang dimaksud:
Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain:
a.     informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa;
b.     informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan;
c.     bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror;
d.     informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular;
e.     informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; dan/atau
f.      informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik

Jenis Informasi
Isi
Informasi Lebih Lanjut
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan informasi spesifik yang dapat diminta kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) meliputi:
1.     informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan;
2.     surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya;
3.     surat menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
4.     syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan;
5.     data perbendaharaan atau inventaris; rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik; agenda kerja pimpinan satuan kerja;
6.     informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik yang dilaksanakan, sarana dan prasarana layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber daya manusia yang menangani layanan Informasi Publik beserta kualifikasinya, anggaran layanan Informasi Publik serta laporan penggunaannya;
7.     jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam pengawasan internal serta laporan penindakannya;
8.     jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan oleh masyarakat serta laporan penindakannya;
9.     daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan;